Friday, August 7, 2009

Kisah Seram...

Amin memang kaki pancing, mana saja lubuk & sungai semua dia pergi, kalau ada yg cakap kat sungai tu ada ikan, Amin mesti gi mancing kat situ.

Satu hari masa minum kat kedai kopi Starbucket, Amin terdengar rakan2 sekampungnya bercerita tentang satu lubuk baru yg banyak ikan ditemui kat sungai di kampung seberang, kampung tu agak jauh & pedalaman sungai tu lebih kurang 5 km dr kampung tu, dekat tepi pinggir hutan.

Tengahari tu, Amin dah bersiap nak pegi memancing kat lubuk yg diceritakan, siap pakai helmet, Amin masukkan bekalan minum petang dan pancingnya dlm raga motor. Sepanjang perjalanan Amin bernyanyi riang, jauh jugak nak kekampung seberang tu, dah hampir masuk waktu Asar baru Amin sampai, teringat pulak dia tak sempat solat Zohor tadi & dia terpikir, karang kalau terus gi sungai tu, tak sempat plak solat Asar.

Tak lama kemudian Amin nampak sebuah surau yg agak uzur kat tepi jalan sunyi kampung tu. bergegas dia berhenti, ditengoknya keliling tak ada orang, sunyi saja surau tu.

Amin segera mengambil wuduk dgn tergesa2 sbb waktu Zohor dah hampir nak habis.Semasa mengambil wuduk, Amin terasa kepala terasa berat spti sesuatu duduk di atas kepala.Tp sbb lwat,Amin tidak hiraukan semua tuh..

Masa Amin di rakaat yg kedua, Amin tiba-tiba terdengar bunyi suara orang ketawa. Bulu romanya tiba2 meremang, “Hish, sapa pulak yg gelak2 tu?” bisik hati Amin, setiap kali Amin sujud, Amin terasa kepala & tengkuknya berat lagi, Amin tak sedap hati, ni surau tinggal ker, sbb dah uzur sangat dan alahai, sapa pulak duduk kat tengkuk dia ni.

Sedaya-upaya Amin tenangkan hati, selesaikan solat dgn segera, dia nak tinggalkan cepat surau tu. Bulu romanya semakin meremang-remang sbb suara org ketawa semakin ramai, ada yg sampai terbatuk-batuk.

Syukur, Amin dah berada di tahiyat terakhir, selesai memberi salam ke kanan dan ke kiri, Amin meraup mukanya dgn tangan dr atas ubun2 kepala sampai ke dagu, then tiba-tiba Amin tersedar.

hehehe…rupa-rupanya dia terlupa nak tanggalkan helmet masa nak sembahyang tadi, sbb terlampau nak cepat, bila dia toleh belakang, patutlah dengar orang ketawa, rupa-rupanya tok imam, bilal dan orang2 kampung yg dtg nak sembahyang Asar duk gelakkan dia sebab Amin sembahyang pakai helmet, patut ler kepala dia rasa berat semacam.Ingatkan kopiah...sekali helmet daaaa...

sumber:syok.org

Thursday, August 6, 2009

malaysia vs japan

Oh hai yo ku zai mas................MALAYSIA BOLEH !!!!...............
A Japanese man was in a hurry to go to the KLIA airport, so he tooka Proton taxi. The taxi driver took his sweet time driving within thespeedlimit but the Jap was getting impatient.The following is their conversation on the way to the airport.A Toyota Camry overtook the taxi.....zoom....

Jap: Look ...look ...Toyota!! ...very fast!!!.... made in Japan!Proton...no good.... made in Malaysia.

Driver: yah....

After a few minutes a Nissan overtook the taxi....zoom.Jap: look.... look.... Nissan!!!..... very good!! very fast! made inJapan!Proton.... no good.... made in Malaysia

Driver: yah....yah...

After a few minutes a Honda overtook the taxi...zooom. !Jap: look.... look... Honda!!.... very GOOD!!....very fast!!....madein Japan! Proton...no good...made in Malaysia

Driver: yah...yah...yah....!

Arriving at the airport. Jap going to pay the taxi driver.Jap: How much?

Driver: RM150/-

Jap: Oh... very expensive..... you overcharge!!

Driver: Noooo .... look .... look .... Sony meter!!....verygood!!....very fast!.... Made in Japan

from syok.org

Khasiat telur separuh masak

Aziz dan Ani membawa anak lelaki mereka yang berusia 6 tahun ke klinik. Walaupun pada mulanya agak malu dan segan, akhirnya mereka membuka mulut juga menceritakan kebimbangan mereka tentang kemaluan anak mereka yang agak kecil berbanding kanak-kanak lain yang sebayanya.

Selepas melakukan pemeriksaan, doktor berkata,

"beri makan telur separuh masak setiap pagi. Lama-lama besarlah tu.."

Besok pagi, apabila anak lelaki mereka hendak bersarapan, terkejutlah dia melihat ada 10 biji telur di m eja makan.

"Telur ni untuk saya ke mak?", tanya si anak.

"Engkau makan dua biji saja. Yang lain tu ayah kau yang punye", kata emaknya.

Tips for Handling One of the Worst Interview Questions

Tips for Handling One of the Worst Interview Questionsby Yahoo! HotJobs

Being asked about one's own "biggest weaknesses" in a job interview is considered (by many job-seekers, at least) one of the worst interview questions. Do you ask candidates this, and how would you recommend candidates answer this question in a job interview without being phony?

Be Upfront

There are times when I ask job candidates this question. It's not that I want to nitpick or make people feel uncomfortable, but rather I want to see in which areas they feel they need to improve and what they are doing about it. In order to advance professionally, we all need to be able to honestly identify not just our strengths but also our weaknesses and how we can upgrade in these areas.

I recommend that job candidates be upfront during interviews. Don't say you have "no weaknesses" or "work too hard." Instead, tell hiring managers what you are working on improving and what you've done to build your skills in these areas.
One thing to keep in mind: If one of your weaknesses is directly related to the position and could potentially take you out of the running, the opportunity may not be right for you.-- DeLynn Senna, executive director of North American permanent placement services, Robert Half International

Let the Job Description Guide You

First make sure you truly understand the job duties before the interview starts. Match the job duties with your strengths. What is a strength you have that someone may consider as a weakness?

For example, if you apply to a sales job, your weakness could be "not quick to close": "I really take a lot of time to listen to a customer before I provide recommendations. A lot of sales people are quick to answer, but I spend time making sure I understand the customer's needs." Sales people need to be good listeners although they don't always come across that way.
Another example is if you applied to a very detail-oriented job, your weakness is you are a perfectionist. The hiring manager needs someone that pays close attention to the little things.

In summary, a weakness on one hand is a strength on the other.-- Amanda Mertz, lead recruiter, Wells Fargo Home and Consumer Finance Group

Will It Match Your References?

The importance of this question is often not the candidate's answer per se, but whether or not the candidate's references respond in a similar manner. In short, it is a way for employers to assess the candidate's awareness of his or her own strengths and weaknesses.-- Yves Lermusi, CEO, Checkster

Choose Wisely

This is definitely a popular question that we often ask, and a lot of our clients also like to include when interviewing candidates. While "weakness" is a harsh word, remember that nobody is perfect, and we all have areas of development that we need to work on.

Employers are cognizant of this and ask the question for two reasons -- first, to make sure your weakness isn't a skill they need someone to have mastery of immediately, and second, to see how you handle yourself under pressure and when asked tough questions.

We advise our candidates to be honest and focus on a weakness that is not one of the top three qualities required for the job. Also, be sure to describe how you've already taken steps and made strides in strengthening this skill, showing your ability and desire to constantly learn and grow.-- Kathy Gans, Senior Vice President, Ajilon Professional Staffing

PS2

semenjak saudara bob bawak ps2 kat umah ak...
semua kerja xjadi...
asik2 main game...
juara KOF....awang
juara Winning 11....farid
masing2 ada title...

Wednesday, August 5, 2009

JUBAH UNTUK IBU...

"Apa nak jadi dengan kau ni Along? Bergaduh! Bergaduh! Bergaduh! Kenapa kau degil sangat ni? Tak boleh ke kau buat sesuatu yang baik, yang tak menyusahkan aku?", marah ibu.. Along hanya membungkam. Tidak menjawab sepatah apapun. "Kau tu dah besar Along. Masuk kali ni dah dua kali kau ulang ambil SPM, tapi kau asyik buat hal di sekolah. Cuba la kau ikut macam Angah dengan Alang tu. Kenapa kau susah sangat nak dengar nasihat orang hah?", leter ibu lagi. Suaranya kali ini sedikit sebak bercampur marah. Along terus membatukan diri. Tiada sepatah kata pun yang keluar dari mulutnya. Seketika dia melihat si ibu berlalu pergi dan kembali semula dengan rotan di tangannya. Kali ini darah Along mula menderau. Dia berdoa dalam hati agar ibu tidak memukulnya lagi seperti selalu. "Sekarang kau cakap, kenapa kau bergaduh tadi? Kenapa kau pukul anak pengetua tu? Cakap Along, cakap!" Jerkah ibu. Along semakin berdebar-debar namun dia tidak dapat berkata-kata. Suaranya bagai tersekat di kerongkong. Malah, dia juga tidak tahu bagaimana hendak menceritakan hal sebenar. Si ibu semakin bengang. " Jadi betul la kau yang mulakan pergaduhan ye!? Nanti kau, suka sangat cari penyakitkan, sekarang nah, rasakan!" Si ibu merotan Along berkali-kali dan berkali-kali jugaklah Along menjerit kesakitan. "Sakit bu.sakit..maafkan Along bu, Along janji tak buat lagi..Bu, jangan pukul bu.sakit bu." Along meraung meminta belas si ibu agar tidak merotannya lagi. "Tau sakit ye, kau bergaduh kat sekolah tak rasa sakit?" Balas ibu lagi. Kali ini semakin kuat pukulan si ibu menyirat tubuh Along yang kurus itu. "Bu.ampunkan Along bu.bukan Along yang mulakan.bukan Along..bu, sakit bu..!!", rayu Along dengan suara yang tersekat-sekat menahan pedih. Along memaut kaki si ibu. Berkali-kali dia memohon maaf daripada ibunya namun siratan rotan tetap mengenai tubuhnya. Along hanya mampu berdoa. Dia tidak berdaya lagi menahan tangisnya. Tangis bukan kerana sakitnya dirotan, tapi kerana memikirkan tidak jemukah si ibu merotannya setiap hari. Setelah hatinya puas, si ibu mula berhenti merotan Along. Tangan Along yang masih memaut kakinya itu di tepis kasar. Along menatap mata ibu. Ada manik-manik kaca yang bersinar di kelopak mata si ibu. Along memandang dengan sayu. Hatinya sedih kerana telah membuatkan ibunya menangis lagi kerananya.

Malam itu, Along berjaga sepanjang malam. Entah mengapa matanya tidak dapat dilelapkan. Dia asyik teringatkan peristiwa dirotan ibu petang tadi. Begitulah yang berlaku apabila ibu marahkannya. Tapi kali ini marah ibu sangat memuncak. Mungkin kerana dia menumbuk anak pengetua sewaktu di sekolah tadi menyebabkan pengetua hilang sabar dan memanggil ibunya ke sekolah untuk membuat aduan kesekian kalinya. Sewaktu di bilik pengetua, Along sempat menjeling ibu di sebelah. Namun, dia tidak diberi kesempatan untuk bersuara. Malah, semua kesalahan itu di dilemparkan kepadanya seorang. Si Malik anak pengetua itu bebas seolah-olah sedikit pun tidak bersalah dalam hal ini.. Along mengesat sisa-sisa air mata yang masih bertakung di kelopak matanya. Dia berlalu ke meja tulis mencapai minyak sapu lalu disapukan pada bekas luka yang berbirat di tubuhnya dek rotanan ibu tadi. Perlahan-lahan dia menyapu ubat namun masih tetap terasa pedihnya. Walaupun sudah biasa dirotan, namun tidak seteruk kali ini. Along merebahkan badannya. Dia cuba memejamkan mata namun masih tidak mahu lelap. Seketika wajah ibu menjelma diruang ingatannya. Wajah ibu suatu ketika dahulu sangat mendamaikan pada pandangan matanya. Tetapi, sejak dia gagal dalam SPM, kedamaian itu semakin pudar dan hanya kelihatan biasa dan kebencian di wajah tua itu. Apa yang dibuat serba tidak kena pada mata ibu. Along sedar, dia telah mengecewakan hati ibu dahulu kerana mendapat keputusan yang corot dalam SPM. Tetapi Along tidak pernah ambil hati dengan sikap ibu walau adakalanya kata-kata orang tua itu menyakiti hatinya. Along sayang pada ibu. Dialah satu-satunya ibu yang Along ada walaupun kasih ibu tidak semekar dahulu lagi. Along mahu meminta maaf. Dia tidak mahu menjadi anak derhaka. Fikirannya terlalu cacamarba, dan perasaannya pula semakin resah gelisah.

Akhirnya, dalam kelelahan melayani perasaan, Along terlelap juga. Seminggu selepas peristiwa itu, si ibu masih tidak mahu bercakap dengannya. Jika ditanya, hanya sepatah dijawab ibu. Itupun acuh tidak acuh sahaja. Pulang dari sekolah, Along terus menuju ke dapur. Dia mencangak mencari ibu kalau-kalau orang kesayangannya itu ada di situ. Along tersenyum memandang ibu yang terbongkok-bongkok mengambil sudu di bawah para dan kemudian mencacap makanan yang sedang dimasak itu. Dia nekad mahu menolong.. Mudah-mudahan usahanya kali ini berjaya mengambil hati ibu. Namun, belum sempat dia melangkah ke dapur, adik perempuannya yang baru pulang daripada mengaji terus meluru ke arah ibu. Along terperanjat dan cuba berselindung di sebalik pintu sambil memerhatikan mereka. " Ibu..ibu masak apa ni? Banyaknya lauk, ibu nak buat kenduri ye!?" Tanya Atih kehairanan. Dia tidak pernah melihat ibunya memasak makanan yang pelbagai jenis seperti itu. Semuanya enak-enak belaka. Si ibu yang lincah menghiris sayur hanya tersenyum melihat keletah anak bongsunya itu. Sementara Along disebalik pintu terus memerhatikan mereka sambil memasang telinganya. "Ibu, Atih nak rasa ayam ni satu boleh?" " Eh jangan, nanti dulu. Ibu tau Atih lapar, tapi tunggulah Kak Ngah dengan Alang balik dulu. Nanti kita makan sekali. Pergi naik atas mandi dan tukar baju dulu ye!", si ibu bersuara lembut. Along menarik nafas panjang dan melepaskannya perlahan. 'anak-anak kesayangan ibu nak balik rupanya.' bisik hati kecil Along. "Kak Ngah dengan Alang nak balik ke ibu?", soalnya lagi masih belum berganjak dari dapur. Si ibu mengangguk sambil tersenyum. Di wajahnya jelas menampakkan kebahagiaan. "Oooo patutlah ibu masak lauk banyak-banyak. Mmm bu, tapi Atih pelik la. Kenapa bila Along balik, ibu tak masak macam ni pun?"... Along terkejut mendengar soalan Atih. Namun dia ingin sekali tahu apa jawapan dari ibunya. "Along kan hari-hari balik rumah? Kak Ngah dengan Alang lain, diorang kan duduk asrama, balik pun sebulan sekali ja!", terang si ibu. "Tapi, ibu tak penah masak lauk macam ni dekat Along pun..", soal Atih lagi. Dahinya sedikit berkerut dek kehairanan. Along mula terasa sebak. Dia mengakui kebenaran kata-kata adiknya itu namun dia tidak mahu ada perasaan dendam atau marah walau secalit pun pada ibu yang sangat disayanginya. "Dah tu, pergi mandi cepat. Kejap lagi kita pergi ambil Kak Ngah dengan Alang dekat stesen bas." , arah ibu. Dia tidak mahu Atih mengganggu kerja-kerjanya di dapur dengan menyoal yang bukan-bukan. Malah ibu juga tidak senang jika Atih terus bercakap tentang Along. Pada ibu, Along anak yang derhaka yang selalu menyakiti hatinya. Apa yang dikata tidak pernah didengarnya. Selalu pula membuat hal di sekolah mahupun di rumah. Disebabkan itulah ibu semakin hilang perhatian pada Along dek kerana marah dan kecewanya.

Selepas ibu dan Atih keluar, Along juga turut keluar. Dia menuju ke Pusat Bandar sambil jalan-jalan buat menghilangkan tekanannya. Tiba di satu kedai, kakinya tiba-tiba berhenti melangkah. Matanya terpaku pada sepasang jubah putih berbunga ungu yang di lengkapi dengan tudung bermanik. 'Cantiknya, kalau ibu pakai mesti lawa ni..' Dia bermonolog sendiri. Along melangkah masuk ke dalam kedai itu. Sedang dia membelek-belek jubah itu, bahunya tiba-tiba disentuh seseorang. Dia segera menoleh. Rupa-rupanya itu Fariz, sahabatnya. "La.kau ke, apa kau buat kat sini?", tanya Along ingin tahu sambil bersalaman dengan Fariz. "Aku tolong jaga butik kakak aku.. Kau pulak buat apa kat sini?", soalnya pula. "Aku tak de buat apa-apa, cuma nak tengok-tengok baju ni. Aku ingat nak kasi mak aku!", jelas Along jujur. "waa.bagus la kau ni Azam. Kalau kau nak beli aku bagi less 50%. Macammana?" Terlopong mulut Along mendengar tawaran Fariz itu. "Betul ke ni Riz? Nanti marah kakak kau!", Along meminta kepastian. "Untuk kawan baik aku, kakak aku mesti bagi punya!", balas Fariz meyakinkannya. "Tapi aku kena beli minggu depan la. Aku tak cukup duit sekarang ni." Cerita Along agak keseganan. Fariz hanya menepuk mahunya sambil tersenyum. "Kau ambik dulu, lepas tu kau bayar sikit-sikit." Kata Fariz . Along hanya menggelengkan kepala tanda tidak setuju. Dia tidak mahu berhutang begitu. Jika ibunya tahu, mesti dia dimarahi silap-silap dipukul lagi. "Dekat kau ada berapa ringgit sekarang ni?", soal Fariz yang benar-benar ingin membantu sahabatnya itu. Along menyeluk saku seluarnya dan mengeluarkan dompet berwarna hitam yang semakin lusuh itu. "Tak sampai sepuluh ringgit pun Riz, tak pe lah, aku datang beli minggu depan. Kau jangan jual dulu baju ni tau!", pesan Along bersungguh-sungguh. Fariz hanya mengangguk senyum. Hari semakin lewat. Jarum pendek sudah melangkaui nombor tujuh.

Setelah tiba, kelihatan Angah dan Alang sudah berada di dalam rumah. Mereka sedang rancak berbual dengan ibu di ruang tamu. Dia menoleh ke arah mereka seketika kemudian menuju ke dapur. Perutnya terasa lapar sekali kerana sejak pulang dari sekolah petang tadi dia belum makan lagi. Penutup makanan diselak. Syukur masih ada sisa lauk-pauk yang ibu masak tadi bersama sepinggan nasi di atas meja. Tanpa berlengah dia terus makan sambil ditemani Si Tomei, kucing kesayangan arwah ayahnya. "Baru nak balik waktu ni? Buat hal apa lagi kat luar tu?", soalan ibu yang bernada sindir itu tiba-tiba membantutkannya daripada menghabiskan sisa makanan di dalam pinggan. "Kenapa tak makan kat luar ja? Tau pulak, bila lapar nak balik rumah!", leter ibu lagi. Along hanya diam. Dia terus berusaha mengukir senyum dan membuat muka selamber seperti tidak ada apa-apa yang berlaku. Tiba-tiba Angah dan Alang menghampirinya di meja makan. Mereka berdiri di sisi ibu yang masih memandang ke arahnya seperti tidak berpuas hati. "Along ni teruk tau. Suka buat ibu susah hati. Kerana Along, ibu kena marah dengan pengetua tu." Marah Angah, adik perempuannya yang sedang belajar di MRSM. Along mendiamkan diri. Diikutkan hati, mahu saja dia menjawab kata-kata adiknya itu tetapi melihat kelibat ibu yang masih di situ, dia mengambil jalan untuk membisu sahaja. "Along! Kalau tak suka belajar, berhenti je la. Buat je kerja lain yang berfaedah daripada menghabiskan duit ibu", sampuk Alang, adik lelakinya yang menuntut di sekolah berasrama penuh. Kali ini kesabarannya benar-benar tercabar. Hatinya semakin terluka melihat sikap mereka semua. Dia tahu, pasti ibu mengadu pada mereka. Along mengangkat mukanya memandang wajah ibu. Wajah tua si ibu masam mencuka. Along tidak tahan lagi. Dia segera mencuci tangan dan meluru ke biliknya. Perasaannya jadi kacau. Fikirannya bercelaru. Hatinya pula jadi tidak keruan memikirkan kata-kata mereka. Along sedar, kalau dia menjawab, pasti ibu akan semakin membencinya. Along nekad, esok pagi-pagi, dia akan tinggalkan rumah. Dia akan mencari kerja di Bandar. Kebetulan cuti sekolah selama seminggu bermula esok.

Seperti yang dinekadkan, pagi itu selesai solat subuh, Along terus bersiap-siap dengan membawa beg sekolah berisi pakaian, Along keluar daripada rumah tanpa ucapan selamat. Dia sekadar menyelitkan nota buat si ibu menyatakan bahawa dia mengikuti program sekolah berkhemah di hutan selama seminggu. Niatnya sekadar mahu mencari ketenangan selama beberapa hari justeru dia terpaksa berbohong agar ibu tidak bimbang dengan tindakannya itu. Along menunggang motorsikalnya terus ke Pusat Bandar untuk mencari pekerjaan. Nasib menyebelahinya, tengah hari itu, dia diterima bekerja dengan Abang Joe sebagai pembantu di bengkel membaiki motorsikal dengan upah lima belas ringgit sehari, dia sudah rasa bersyukur dan gembira. Gembira kerana tidak lama lagi, dia dapat membeli jubah untuk ibu. Hari ini hari ke empat Along keluar daripada rumah. Si ibu sedikit gelisah memikirkan apa yang dilakukan Along di luar. Dia juga berasa agak rindu dengan Along. Entah mengapa hati keibuannya agak tersentuh setiap kali terpandang bilik Along. Tetapi kerinduan dan kerisauan itu terubat apabila melihat gurau senda anak-anaknya yang lain. Seperti selalu, Along bekerja keras membantu Abang Joe di bengkelnya. Sikap Abang Joe yang baik dan kelakar itu sedikit sebanyak mengubat hatinya yang luka. Abang Joe baik. Dia banyak membantu Along antaranya menumpangkan Along di rumahnya dengan percuma. "Azam, kalau aku tanya kau jangan marah k!", soal Abang Joe tiba-tiba sewaktu mereka menikmati nasi bungkus tengah hari itu. "Macam serius jer bunyinya Abang Joe?" Along kehairanan. "Sebenarnya, kau lari dari rumah kan ?" Along tersedak mendengar soalan itu. Nasi yang disuap ke dalam mulut tersembur keluar. Matanya juga kemerah-merahan menahan sedakan. Melihat keadaan Along itu, Abang Joe segera menghulurkan air. "Kenapa lari dari rumah? Bergaduh dengan parents?" Tanya Abang Joe lagi cuba menduga. Soalan Abang Joe itu benar-benar membuatkan hati Along sebak. Along mendiamkan diri. Dia terus menyuap nasi ke dalam mulut dan mengunyah perlahan. Dia cuba menundukkan mukanya cuba menahan perasaan sedih. "Azam, kau ada cita-cita tak.ataupun impian ker.?" Abang Joe mengubah topik setelah melihat reaksi Along yang kurang selesa dengan soalannya tadi. " Ada " jawab Along pendek "Kau nak jadi apa besar nanti? Jurutera? Doktor? Cikgu? Pemain bola? Mekanik macam aku.atau.." Along menggeleng-gelengka n kepala. "semua tak.Cuma satu je, saya nak mati dalam pangkuan ibu saya.." Jawab Along disusuli ketawanya. Abang Joe melemparkan tulang ayam ke arah Along yang tidak serius menjawab soalannya itu. " Ala , gurau ja la Abang Joe. Sebenarnya..saya nak bawa ibu saya ke Mekah dan.saya..saya nak jadi anak yang soleh!". Perlahan sahaja suaranya namun masih jelas didengari telinga Abang Joe. Abang Joe tersenyum mendengar jawapannya. Dia bersyukur di dalam hati kerana mengenali seorang anak yang begitu baik. Dia sendiri sudah bertahun-tahun membuka bengkel itu namun belum pernah ada cita-cita mahu menghantar ibu ke Mekah.

Setelah tamat waktu rehat, mereka menyambung kerja masing-masing. Tidak seperti selalu, petang itu Along kelihatan banyak berfikir. Mungkin terkesan dengan soalan Abang Joe sewaktu makan tadi. "Abang Joe, hari ni, saya nak balik rumah ...terima kasih banyak kerana jaga saya beberapa hari ni", ucap Along sewaktu selesai menutup pintu bengkel. Abang Joe yang sedang mencuci tangannya hanya mengangguk. Hatinya gembira kerana akhirnya anak muda itu mahu pulang ke pangkuan keluarga. Sebelum berlalu, Along memeluk lelaki bertubuh sasa itu. Ini menyebabkan Abang Joe terasa agak sebak.. "Abang Joe, jaga diri baik-baik. Barang-barang yang saya tinggal kat rumah Abang Joe tu, saya hadiahkan untuk Abang Joe." Kata Along lagi. "Tapi, kau kan boleh datang bila-bila yang kau suka ke rumah aku!?", soal Abang Joe. Dia risau kalau-kalau Along menyalah anggap tentang soalannya tadi. Along hanya senyum memandangnya. "Tak apa, saya bagi kat Abang Joe. Abang Joe, terima kasih banyak ye! Saya rasa tak mampu nak balas budi baik abang. Tapi, saya doakan perniagaan abang ni semakin maju." Balasnya dengan tenang. Sekali lagi Abang Joe memeluknya bagai seorang abang memeluk adiknya yang akan pergi jauh. Berbekalkan upahnya, Along segera menuju ke butik kakak Fariz untuk membeli jubah yang diidamkannya itu. Setibanya di sana, tanpa berlengah dia terus ke tempat di mana baju itu disangkut. " Hey Azam, mana kau pergi? Hari tu mak kau ada tanya aku pasal kau. Kau lari dari rumah ke?", soal Fariz setelah menyedari kedatangan sahabatnya itu. Along hanya tersengeh menampakkan giginya. "Zam, mak kau marah kau lagi ke? Kenapa kau tak bagitau hal sebenar pasal kes kau tumbuk si Malik tu?" "Tak pe lah, perkara dah berlalu..lagipun, aku tak nak ibu aku terasa hati kalau dia dengar tentang perkara ni", terang Along dengan tenang. "Kau jadi mangsa. Tengok, kalau kau tak bagitau, mak kau ingat kau yang salah", kata Fariz lagi. "Tak apa lah Riz, aku tak nak ibu aku sedih. Lagipun aku tak kisah." "Zam...kau ni..." "Aku ok, lagipun aku sayang dekat ibu aku. Aku tak nak dia sedih dan ingat kisah lama tu." Jelas Along memotong kata-kata si sahabat yang masih tidak berpuas hati itu. "Aku nak beli jubah ni Riz. Kau tolong balutkan ek, jangan lupa lekat kad ni sekali, k!", pinta Along sambil menyerahkan sekeping kad berwarna merah jambu. "No problem.tapi, mana kau dapat duit? Kau kerja ke?" , soal Fariz ingin tahu. "Aku kerja kat bengkel Abang Joe. Jadi pembantu dia", terang Along. "Abang Joe mana ni?" "Yang buka bengkel motor kat Jalan Selasih sebelah kedai makan pakcik kantin kita tu!", jelas Along dengan panjang lebar. Fariz mengangguk . "Azam, kau nak bagi hadiah ni kat mak kau bila?" "Hari ni la. " balas Along. "Ooo hari lahir ibu kau hari ni ek?" "Bukan, minggu depan." "Habis?. Kenapa kau tak tunggu minggu depan je?", soal Fariz lagi. "Aku rasa hari ni je yang yang sempat untuk aku bagi hadiah ni. Lagipun, aku harap lepas ni ibu aku tak marah aku lagi." Jawabnya sambil mengukir senyum. Along keluar daripada kedai. Kelihatan hujan mulai turun.

Namun Along tidak sabar menunggu untuk segera menyerahkan hadiah itu untuk ibu. Sambil menunggang, Along membayangkan wajah ibu yang sedang tersenyum menerima hadiahnya itu. Motosikalnya sudah membelok ke Jalan Nuri II. Tiba di simpang hadapan lorong masuk ke rumahnya, sebuah kereta wira yang cuba mengelak daripada melanggar seekor kucing hilang kawalan dan terus merempuh Along dari depan yang tidak sempat mengelak. Akibat perlanggaran yang kuat itu, Along terpelanting ke tengah jalan dan mengalami hentakan yang kuat di kepala dan belakangnya. Topi keledar yang dipakai mengalami retakan dan tercabut daripada kepalanya, Along membuka matanya perlahan-lahan dan terus mencari hadiah untuk si ibu dan dengan sisa kudrat yang ada, dia cuba mencapai hadiah yang tercampak berhampirannya itu. Dia menggenggam kuat cebisan kain dan kad yang terburai dari kotak itu. Darah semakin membuak-buak keluar dari hidungnya. Kepalanya juga terasa sangat berat, pandangannya berpinar-pinar dan nafasnya semakin tersekat-sekat. Dalam keparahan itu, Along melihat kelibat orang-orang yang sangat dikenalinya sedang berlari ke arahnya. Serta merta tubuhnya terus dirangkul seorang wanita. Dia tahu, wanita itu adalah ibunya. Terasa bahagia sekali apabila dahinya dikucup saat itu. Along gembira. Itu kucupan daripada ibunya. Dia juga dapat mendengar suara Angah, Alang dan Atih memanggil-manggil namanya. Namun tiada suara yang keluar dari kerongkongnya saat itu. Along semakin lemah. Namun, dia kuatkan semangat dan cuba menghulurkan jubah dan kad yang masih digenggamannya itu. "Ha..hadiah..untuk. .ibu..." ucapnya sambil berusaha mengukir senyuman. Senyuman terakhir buat ibu yang sangat dicintainya.. Si ibu begitu sebak dan sedih. Si anak dipeluknya sambil dicium berkali-kali. Air matanya merembes keluar bagai tidak dapat ditahan lagi. Pandangan Along semakin kelam. Sebelum matanya tertutup rapat, terasa ada air hangat yang menitik ke wajahnya. Akhirnya, Along terkulai dalam pangkuan ibu dan dia pergi untuk selama-lamanya. Selesai upacara pengebumian, si ibu terus duduk di sisi kubur Along bersama Angah, Alang dan Atih. Dengan lemah, wanita itu mengeluarkan bungkusan yang hampir relai dari beg tangannya.. Sekeping kad berwarna merah jambu bertompok darah yang kering dibukanya lalu dibaca. 'Buat ibu yang sangat dikasihi, ampunkanlah salah silap along selama ini. Andai along melukakan hati ibu, along pinta sejuta kemaafan. Terimalah maaf along bu..Along janji tak kan membuatkan ibu marah lagi. Ibu, Along sayang ibu selama-lamanya. Selamat hari lahir ibu. dan terimalah hadiah ini...UNTUKMU IBU!' Kad itu dilipat dan dicium. Air mata yang bermanik mula berjurai membasahi pipi. Begitu juga perasaan yang dirasai Angah, Alang dan Atih. Masing-masing berasa pilu dan sedih dengan pemergian seorang abang yang selama ini disisihkan. Sedang melayani perasaan masing-masing, Fariz tiba-tiba muncul. Dia terus mendekati wanita tua itu lalu mencurahkan segala apa yang dipendamnya selama ini. "Makcik, ampunkan segala kesalahan Azam. Azam tak bersalah langsung dalam kes pergaduhan tu makcik. Sebenarnya, waktu Azam dan saya sibuk menyiapkan lukisan, Malik datang dekat kami. Dia sengaja cari pasal dengan Azam dengan menumpahkan warna air dekat lukisan Azam. Lepas tu, dia ejek-ejek Azam... Dia cakap Azam anak pembunuh. Bapa Azam seorang pembunuh dan . dia jugak cakap, ibunya seorang perempuan gila." cerita Fariz dengan nada sebak. Si ibu terkejut mendengarnya. Terbayang di ruang matanya pada ketika dia merotan Along kerana kesalahan menumbuk Malik. "Tapi, kenapa arwah tidak ceritakan pada makcik Fariz?" Soalnya dengan sedu sedan. "Sebab...dia tak mahu makcik sedih dan teringat kembali peristiwa dulu. Dia cakap, dia tak nak makcik jatuh sakit lagi, dia tak nak mengambil semua ketenangan yang makcik ada sekarang.walaupun dia disalahkan, dia terima. Tapi dia tak sanggup tengok makcik dimasukkan ke hospital sakit jiwa semula......" Terang Fariz lagi. Dia berasa puas kerana dapat menyatakan kebenaran bagi pihak sahabatnya itu. Si ibu terdiam mendengar penjelasan Fariz. Terasa seluruh anggota badannya menjadi Lemah. Berbagai perasaan mencengkam hatinya. Sungguh hatinya terasa sangat pilu dan terharu dengan pengorbanan si anak yang selama ini dianggap derhaka.

dicopy dari syok.org

Monday, March 23, 2009

henset ak kembali

al kisah lagi..
pada bulan satu lepas..
henset kesayangan ak yg dah 5thn ak gune telah hilang
henset tersebut terletak di dalam laci meja study ak yg terbukak...

dtg la plak satu lembaga hitam ni masuk umah ak nak repair paip..
pas2 tau2 henset ak dah hilang..
sah mmg xde org lain lg..

lame gak ak peratikan die..
duk umah sebelah je..
asal die lalu ak tenung..
takut die beb..
xbrani tegor ak dah..

pd 1 hari..
ada sorang mamat ni ckp die jumpe buyer yg beli nset ak..
ak pn deal ngn buyer 2 ngn bdk yg curik skali...
setelah digedebak gedebukkan...
maka kembalilah nset kesayangan ak..

moral: barang yg halal akan kembali ke pangkuan kite semula
lu pikir la sndri

kehidupan yang penuh dengan tekanan

skang dah nak masuk bulan 4
hidup kat u ni mmg tension giler
hari2 wat kerja
hari2 wat asigment
baru habis satu asignment...
dtg 2 lg asignment baru..
rokok tok sah citer la...
sakit paru2 ak
sume nak hilang tension pnye pasal...
esok ada test lak 2..
buku baru nak bukak..
klu dulu
seminggu sebelum exam ak dah baca dah..
skang esok nak exam.. mlm ni baru bace.
sume sbb asignment..
arghh...
tekanan beb

Friday, February 20, 2009

no 4, rumah sewa pak aji, parit jambol...

al-kisah...

pada pertengahan tahun 2007, 5 orang sekawan yang mempunyai keistimewan masing2...

ade yg sehat... ade yg kurus... ade yg macho... ade yg bergaya... last but not least... yang macho...

pepaham la sape orgnye... harharhar

kehidupan di rumah bujang ni sgt istimewa...

ade tv... ade tenet... ade mesin basuh... mmg complete la...

sewa mmg low-cost giler beb... tip-top condition...

tp, 1 jea yg fail... sewage system terok... pepagi mandi... huh...

lu pikir la sdiri... wa malas nk hembus...

ni cite guwe...

guwe sgt tensen ngan "sekor babi tunggal itam"...

mmg cam syail prangai die... rs cam nk pukul jea... blagak anak org kaya...

moto enjin rabak n enjin da mcm moto bot daa...

keje mencurik jea...

henset kesayangan guwe hilang beb.....

kuciwa diri ini....


astalavista...

huhu... ckup r luahan hati guwe dulu... next episode coming soon..!!!

eden torai

peh mantop siot aku. dah ada blog sendiri. kepada saudara cina, lawatilah blog aku.
same2 la kite meriahkan blog masing2